HUT Jembatan Lama Kediri |
Dari
namanya sudah jelas menggambarkan bahwa jembatan lama ini telah
mengalami berbagai kisah selama berdirinya. Memang tak bisa dipungkiri
meskipun telah berusia puluhan tahun, Jembatan Lama ini merupakan
satu-satunya jembatan yang paling padat di Kota Kediri. Apalagi di pagi
dan siang hari, pada saat jam-jam pulang sekolah. Maklum, jembatan ini
merupakan penghubung yang paling strategis di kawasan pendidikan dan
jalur perdagangan Kota Kediri. Belum lagi ketika waktu bubaran karyawan
Gudang Garam. Kondisi jembatan dan padatnya lalu lintas ini pula yang
mendorong Pemerintah Kota Kediri akhirnya memberlakukan kebijakan untuk
menutup jembatan dari arah timur ke barat khusus mobil pada jam 06.00
sampai dengan 18.00 WIB.
Secara
fisik masih dapat dilihat sisa-sisa ‘masa lalu’ yang tertinggal pada
Jembatan Lama, misalnya pagar pembatas jembatan dan trotoar jembatan
serta lampu-lampu hias di kanan kiri jembatan. Selain itu kawasan
pertokoan Kediri lama sepanjang jalan Yos Sudarso yang ada di bagian
timur selatan jembatan dan bangunan kuno di bagian barat jembatan,
seperti kantor Polwil Kediri dan sekitarnya, seolah menjadi ikut
mendukung ketua-an Jembatan Lama ini. Disamping itu jembatan ini juga
telah mengalami beberapa kali peninggian. Ini terlihat kondisi jalan
yang meninggi dari arah timur. Hal ini karena jembatan lama ini sering
kali tenggelam bila sungai Brantas meluap akibat hujan deras. Dari
informasi yang saya dapat pada tahun 70-an jembatan lama ini pernah
terendam air Sungai Brantas hingga selutut orang dewasa. Bukan hanya
itu, airnya seolah sudah menjadi langganan, juga merendam desa-desa di
sekitar Kali Brantas. Dan itupun masih tetap berlanjut hingga sekarang
ini. Setiap kali musim hujan dan debit sungai Brantas naik, maka bisa
dipastikan Jembatan Lama terendam air. Meskipun toh sudah beberapa kali
ditinggikan.
Saksi Sejarah
Tidak
ada data lengkap tentang kapan pembangunan Jembatan lama, yang jelas
seiring dengan usianya yang sudah ada sejak jauh sebelum tahun 1940,
jembatan Brantas Lama itu adalah salah satu saksi sejarah perjuangan
menuju kemerdekaan di Kediri dan sekitarnya. Jembatan itulah tempat
pertama yang diserbu tentara Jepang selum menguasi seantero Kota
Kediri. Penyerbuan itu terjadi pada 5 Maret 1945. Dan sejak itu Jepang
menancapkan kekuasaannya di Kediri, dan Indonesia pada umumnya. Ketika
Jepang menyerah pada Pemerintah Sekutu, Jembatan Lama ini menjadi
satu-satunya jalur tranportasi paling vital bagi Belanda saat Agresi
Militer kedua. Bahkan di jembatan ini pula pasukan Belanda mendaratkan
panser dan tentaranya, sebelum akhirnya melucuti senjatan tentara
Jepang.
Ada
dua sebab yang melandasi sahnya kekuasaan Jepang di Kediri. Pertama,
penyerahan kekuasaan Belanda kepada Jepang di Kalijati, dan kedua
adalah dikeluarkannya Undang-uandang Nomor 1 oleh Jepang. Dalam pasal 1
UU itu disebutkan, bala tentara Jepang melangsungkan pemerintahan
militer untuk sementara waktu di daerah yang ditempatinya. Dengan
landasan itu, dan diperkuat perangkat militer yang jauh lebih lengkap
dan modern, Jepang pun membangun tempat-tempat penting bagi
pemerintahannya. Salah satunya adalah dengan menjadikan gedung bergaya
benteng di sisi barat jembatan yang sudah ada sebelumnya sebagai gudang
mitraliur. Gedung yang dibangun Belanda tahun 1850 itu di setiap
sudutnya dibangun pos pertahanan untuk mengawasi kesibukan lalu lintas
di jembatan dan Sungai Brantas yang waktu itu berfungsi juga sebagai
transportasi air.
Perlu Konservasi
Seberapa
besarkah kepentingan masyarakat Kota Kediri terhadap Jembatan Lama?
Tentu kalau kita bicara tentang kepentingan, pastilah Jembatan Lama
amat penting bagi warga Kota Kediri. Sebaliknya yang menjadi pertanyaan
adalah, seberapa besarkah kita peduli? Bergunakah warisan arsitektur
tradisional maupun peninggalan-peninggalan kolonial itu? Guru besar
Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang Prof. Ir.
Eko Budihardjo MSc., pernah mengatakan, bahwa di Indonesia pada umumnya
hal ihwal konservasi masih menjadi semacam ‘benda aneh’.
Padahal di negara maju konservasi lingkungan binaan sudah menjadi
cabang ilmu tersendiri. Konservasi dan bangunan tak lagi dilihat
sebagai dua aspek yang bertentangan, tetapi justru saling mendukung bak
dua wajah dari keping uang yang sama. Salah satu contohnya adalah
Singapura. Singapura pernah keliru karena membongkar bangunan-bangunan
kuno untuk memberi tempat bagi gedung-gedung baru yang serba modern dan
berteknologi canggih. Hasilnya, justru kunjungan turis mancanegara
menurun karena mereka tak lagi bisa menikmati keunikan khas kota Singa
itu.
Nah,
sekarang kembali lagi, sudahkah Pemerintah Kota Kediri memiliki
kesadaran akan konservasi arsitektur dan lingkungan binaan. Rasa-rasanya
masih jauh ya (saya saja cukup kesulitan mencari referensi untuk
tulisan ini). Kalaupun toh selama ini gedung-gedung dan bangunan
legendaries itu masih utuh, hal itu lebih karena disebabkan belum adanya
investor yang berminat, atau karena belum adanya dana untuk renovasi.
Mungkin sudah saatnya kita belajar pada Singapura dalam hal konservasi
bangunan peninggalan legendaris.
Beragam
kisah dan masa sudah dilalui Jembatan Lama, masa jaman Penjajahan
Belanda, Jaman Jepang, kembali lagi di bawah kekuasaan Belanda, jaman
kemerdekaan hingga sekarang, berkali-kali terendam banjir ( bahkan
sampai sekarang ini), tetap membuat Jembatan Lama berdiri dengan kokoh,
bersama kenangan yang menyertainya. Mungkin hanya para pemancinglah
yang masih setia menemani Jembatan Lama sampai saat ini. Menghabiskan
malam-malam yang dingin berlalu, menanti fajar pagi menyingsing di Kota
Kediri.
SUMBER :
No comments:
Post a Comment